Kehidupan Ruh-Ruh Manusia Yang Sudah Wafat
Ayat-ayat dan
hadits-hadits Rasulallah saw. mengenai ruh-ruh orang yang telah wafat:
Firman
Allah swt.: “Janganlah kalian berkata; bahwa orang-orang yang gugur
dijalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup (dialam lain), tetapi
kalian tidak menyadari nya”. (Al-Baqarah : 154)
Dan firman-Nya: “Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati. Bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dan mereka memperoleh rizki (kenikmatan besar)” ( Ali Imran : 169)
Firman-Nya juga: “Mereka bertanya kepadamu (hai Muhammad) tentang ruh. Jawablah: ‘Itu termasuk urusan Tuhanku’, dan tidaklah kamu diberi ilmu(pengetahuan) melainkan sedikit” (Al Israa : 85)
Dua firman Allah diatas disamping menyebutkan orang-orang yang gugur di jalan Allah itu tidak mati tetap hidup (ruhnya) mendapat kenikmatan, juga dalam ayat-ayat itu tidak menyebutkan adanya pembatasan yakni hanya ruh-ruh orang-orang yang gugur dalam peperangan saja yang masih hidup. Dengan demikian baik wafatnya itu waktu dalam peperangan sabil maupun wafat diatas tempat tidur, ruh-ruh (jadi bukan jasadnya) ini semuanya masih hidup di alam barzakh, makna yang demikian ini sejalan dengan hadits-hadits Rasulallah saw. ,pada kajian berikutnya,tentang ruh manusia yang telah wafat.
Firman Allah swt.: “Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatang kan kamu (Muhammad saw) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS 4:41)
Firman-Nya juga; “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat pertengahan (yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad saw) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu“ (QS 2:143)
Ada golongan yang mengatakan mengatakan Rasulallah sudah wafat, bagaimana beliau saw akan menjadi saksi bagi ummatnya setelah wafatnya beliau saw.? Tidak mungkin pula Nabi saw. dipanggil sebagai seorang saksi atas apa yang tidak beliau ketahui atau tidak beliau lihat!! Buat apa kita ucapkan salam sambil menghadapkan wajah kita ke Rasulallah saw , kalau beliau saw orang yang telah wafat''
Saat ini diantara para Muthawwi’ atau penjaga sekitar makam Rasulallah saw di Madinah sering membentak kepada para penziarah dengan ucapan, ‘Wahai haji, Rasul telah mati, berikan salam dan segera pergilah’ dan jika ada yang sedikit berlama-lama dalam berziarah lantas diteriaki, ‘Wahai haji, itu perbuatan syirik…!!’.
Setiap orang muslim bisa menyaksikan sendiri bila nantinya berziarah ke makam Rasulallah saw.. Apa maksud kata-kata itu? Apakah mereka ini tidak memahami ayat-ayat ilahi diatas?
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin
Hanbal dalam Musnad-nya jilid III halaman 3 dari Abu
‘Amir, Abu ‘Amir menerimanya dari ‘Abdulmalik bin Hasan Al-Haritsiy,
‘Abdulmalik menerimanya dari Sa’id bin ‘Amr bin Sulaim, yang menuturkan sebagai
berikut: "Saya mendengar dari seorang diantara kita, namanya aku lupa,
tetapi (menurut ingatanku) ia bernama Mu’awiyah atau Ibnu Mu’awiyah. Ia
menyampaikan hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. yang mengatakan, bahwasanya
Rasulallah saw. pernah menyatakan; ‘Seorang mayyit mengetahui siapa yang
mengangkatnya, siapa yang memandikannya dan siapa yang menurunkannya ke liang
kubur’.
Ketika dalam suatu majlis Ibnu ‘Umar mendengar hadits tersebut ia bertanya; ‘Dari siapa anda mendengar hadits itu’? Orang yang ditanya menjawab; ‘Dari Abu Sa’id Al-Khudri’. Ibnu ‘Umar pergi untuk menemui Abu Sa’id, kepadanya ia bertanya; ‘Hai Abu Sa’id, dari siapakah anda mendengar hadits itu ?’ Abu Sa’id menjawab; ‘Dari Rasulallah saw.’"
Ketika dalam suatu majlis Ibnu ‘Umar mendengar hadits tersebut ia bertanya; ‘Dari siapa anda mendengar hadits itu’? Orang yang ditanya menjawab; ‘Dari Abu Sa’id Al-Khudri’. Ibnu ‘Umar pergi untuk menemui Abu Sa’id, kepadanya ia bertanya; ‘Hai Abu Sa’id, dari siapakah anda mendengar hadits itu ?’ Abu Sa’id menjawab; ‘Dari Rasulallah saw.’"
Ibnul
Qayyim didalam kitabnya Ar-Ruh menyatakan, bahwa ruh Abubakar
Ash-Shiddiq ra. tampak (setelah ia wafat) didalam suatu peperangan
bertempur bersama-sama pasukan muslimin melawan kaum musyrikin.
Ibnul-Wadhih pun dalam Tarikh-nya mengemukakan kesaksian seorang yang melihat Rasulallah saw. (beliau saw. telah lama wafat) membawa sebuah tombak pendek ikut berperang melawan musuh-musuh Ahlul-Bait beliau di Karbala, medan perang tempat Al-Husain ra. gugur sebagai pahlawan syahid.
Dalam hadits-hadits Nabi saw menerangkan bahwa ruh-ruh orang yang wafat itu hidup dialam barzakh, bisa mendengar terompah-terompah kaki orang yang mengantarkan kekuburnya (HR Bukhori, Muslim dan lain-lain), bisa mendo’akan kerabatnya dan sebagainya (HR Ahmad dan Turmudzi dari Anas).
Begitu juga Imam
Bukhori dan Muslim mengemukakan kisah perjalanan Isra-Mi’raj Nabi saw..Setiap
beliau saw bertemu para
Nabi dan Rasul terdahulu, semuamendo’akan kebajikan bagi beliau saw..
Dengan demikian disini menunjukkan bahwa arwah orang yang telah wafat di
alam baqa bisa berdo’a.
Rasulallah saw. juga bersabda bahwa arwah kaum mu’minin bisa terbang kemana saja yang mereka kehendaki (dari Salman Al-Farisy yang ditulis oleh Ibnul Qayyim ‘Mengenai soal ruh’ halaman 144, serta ada sabda Rasulallah saw. yang serupa juga diriwayatkan oleh Imam Malik ra). Begitu juga mengenai adzab/siksa didalam kubur dan lain sebagainya.
Rasulallah saw. juga bersabda bahwa arwah kaum mu’minin bisa terbang kemana saja yang mereka kehendaki (dari Salman Al-Farisy yang ditulis oleh Ibnul Qayyim ‘Mengenai soal ruh’ halaman 144, serta ada sabda Rasulallah saw. yang serupa juga diriwayatkan oleh Imam Malik ra). Begitu juga mengenai adzab/siksa didalam kubur dan lain sebagainya.
Didalam buku fiqih Sunnah Sayid Sabiq ,Indonesia, jilid 4 dari hal.221 bab pertanyaan didalam kubur, antara lain ditulis:
“Berkata Ibnul
Qayim:’Menurut madzhab golongan Salaf serta para imam mereka, jika seseorang
wafat, maka adakalanya ia akan berbahagia dan adakalanya pula celaka, hal mana
akan dirasakan oleh ruh dan badannya. Ruhnya itu akan tetap ada setelah ia
berpisah dari badan, mengalami kebahagiaan atau kesengsaraan, dan sewaktu-waktu
ia akan kembali berhubungan dengan badannya, buat menikmati kebahagiaan atau
menderitakan kesengsaraan itu bersama-sama. Kemudian bila datang saatnya kiamat
besar, ruh-ruh itu pun kembali kepada tubuh masing-masing, dan bangkit lah
mereka dari kubur untuk menghadap Allah Rabbul ‘Alamin. Dan mengenai kembalinya
badan-badan ini, disepakati bersama baik oleh golongan Muslimin, Yahudi maupun
Nasrani’ “.
Dalam halaman 223 dibuku fiqih sunnah tersebut juga ditulis, bahwa Hafidz berkata dalam Al-Fath:
“Ahmad bin Hazmin dan
Ibnu Hurairah berpendapat bahwa pertanyaan (kubur) itu hanya diajukan kepada
ruh saja, tanpa kembalinya kepada tubuh. Pendapat ini berbeda dengan pendapat
jumhur yang mengatakan, Ruh itu dikembalikan kepada tubuh atau kepada sebagian
daripadanya sebagaimana diterangkan oleh hadits. Seandainya hanya kepada ruh
saja, maka badan tidak mempunyai keistemewaan apa-apa. Dan tidak ada halangannya
jika tubuh mayat telah terpisah-pisah, karena Allah mampu mengembalikan
kehidupan kepada satu bagian dari tubuh tsb., yang akan menjadi sasaran
pertanyaan, disamping Dia mampu pula menghimpun bagian-bagian tubuh yang telah
berserakan”.
Yang menjadi alasan
bagi orang yang mengatakan bahwa pertanyaan kubur itu hanya ditujukan kepada
ruh saja, ialah karena menurut pengamatan, tidak ada tanda-tanda dan bekas
tampak pada tubuh itu sewaktu ditanya, seperti bangkit duduk, digencet atau
dilapangkan tempat dan lain-lain.
Dan demikian pula halnya dengan mayat yang tidak ditanam seperti yang disalib dan lain-lain. Sebagai jawabannya, jumhur mengatakan bahwa itu tidak menjadi halangan dalam kodrat Ilahi, bahkan ada bandingannya dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu orang yang tidur, kadang-kadang ia merasakan kesenangan atau kesakitan, sedang teman yang didekatnya tidak mengetahuinya. Bahkan juga orang yang tidak tidur (sedang bangun), kadang-kadang ia merasakan kesenangan atau kesakitan, sedang teman yang didekatnya tidak mengetahuinya. Atau dia sedang merasa susah atau senangdisebabkan apa yang sedang didengar atau dipikirkannya, padahal kawan duduknya tidak menyadarinya.
Dan demikian pula halnya dengan mayat yang tidak ditanam seperti yang disalib dan lain-lain. Sebagai jawabannya, jumhur mengatakan bahwa itu tidak menjadi halangan dalam kodrat Ilahi, bahkan ada bandingannya dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu orang yang tidur, kadang-kadang ia merasakan kesenangan atau kesakitan, sedang teman yang didekatnya tidak mengetahuinya. Bahkan juga orang yang tidak tidur (sedang bangun), kadang-kadang ia merasakan kesenangan atau kesakitan, sedang teman yang didekatnya tidak mengetahuinya. Atau dia sedang merasa susah atau senangdisebabkan apa yang sedang didengar atau dipikirkannya, padahal kawan duduknya tidak menyadarinya.
Pokok pangkal kesalahan terletak dalam menyamaratakan yang ghaib dengan yang nyata, suasana dialam barzakh dengan di alam dunia. Rupanya Allah swt telah menurunkan hijab/tirai dan menutupi pandangan dan pendengaran hamba dari menyaksikan peristiwa-peristiwa itu, agar mereka tidak takut dan tidak melarikan diri. Apalagi alat-alat indera duniawi tidak mempunyai kemampuan buat menembus soal-soal di alam malakut, kecuali bagi orang-orang yang di-izinkan Allah swt.
Demikianlah antara lain yang dikutip oleh Sayid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnahnya. Kami sengaja sering mengutip dari bukunya Sayid Sabiq karena sebagian besar pendapat beliau sepaham dengan golongan yang terlalu moderat.
Agama Islam
mewajibkan mempercayai adanya alam ruh walaupun semuanya ini belum terjangkau
dengan akal manusia. Semuanya ini telah dijelaskan baik dalam ayat ilahi
maupun sunnah Rasulallah saw.. Hadits-hadits diatas ini (bisa melihat siapa
yang memandikannya, yang mengantarkan keliang kubur, bisa terbang kealam mana
saja yang dia dikehendaki dan lain sebagainya) juga menunjukkan dan memperkuat
kenyataan adanya kehidupan dialam ghaib (barzakh).
– Hadits
dari Anas bin Malik sebagai berikut : َّ
عَنْ أنَسٍ بْنِ مَالِكٍ (ر) أنَّ
رَسُوْلَ الله .صَ. تَرَكَ قََتـْلَى بَدْ ٍر ثَلاَثًا ثُمَّ أتَاهُـمْ
فَقَامَ عَلَيْهِمْ فَنَادَاهُمْ
فَقَالَ:
يَا أبَا جَهلٍ ابْنَ هِشَـامٍ يَا
أمَيَّةُ ابْنَ خَلَفٍ يَا عُتْبَةُ ابْنَ رَبِيْعَة يَا شَيْبَة ابْنَ رَبِيـْعَة
اَلَيْسَ قَدْ
وَجَدْتُمْ
مَا وَعَد رَبُّكُمْ حَقـًّا فَاِنّيِ قَدْ
وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِي رَبِّي حَقـًّا.فَسَمِعَ عُمَرُ قَوْلَ النَّبِي فَقَالَ:
يَا رَسُولَ الله
كَيْفَ يَسْمَعُوْا وأنَّي يُجِيبُوْا وَ
قَدْ جَيِِّفُوْا. قَالَ: وَالَّـذِي نَفْسِي بِيَدِه مَا أنْـتُمْ بِأسْمَع لِمَا
أقُوْلُ
مِنْهُمْ
وَلَـكِنَّهُمْ لاَ يَقـدِرُوْنَ
اَنْ يجِيْبُوا (رواه البخاري
ومسلم)
Artinya: “Bahwa Rasulallah saw. membiarkan mayyit orang kafir yang terbunuh dalam peperangan Badar selama tiga hari. Kemudian beliau saw mendatangi mereka lalu berdiri sambil menyeru mereka: ‘ Hai Abu Jahal bin Hisyam, Hai Umayyah bin Khalaf, Hai Utbah bin Rabi’ah, Hai Syaibah bin Rabi’ah! Bukankah kamu telah mendapat- kan janji Tuhanku sebagai sesuatu yang benar (yakni kalah dan terbunuh). Sesungguhnya aku telah mendapatkan janji Tuhanku sebagai sesuatu yang benar (yakni memperoleh kemenangan)’ Umar bin Khattab ra mendengar ucapan Nabi saw. bertanya: ‘ Wahai Rasulallah, bagaimana mereka bisa mendengar dan bagaimana pula mereka bisa menjawab sedangkan mereka telah menjadi bangkai ? Maka Rasulallah saw. bersabda: ‘Demi zat yang diriku ada di tangan-Nya, tidaklah kamu memiliki kemampuan mendengar yang melebihi mereka terhadap apa yang aku ucapkan, akan tetapi mereka tidak mampu menjawab’ “. (HR.Bukhori, Muslim).
Lihat hadits terakhir diatas ini yang mana Rasulallah saw dengan tegas menjawab pertanyaan khalifah Umar bin Khattab ra bahwa mayit itu bisa mendengar perkataan Nabi saw. malah pendengaran mereka itu lebih tajam dari para sahabat yang hadir. Hadits ini menunjukkan kebolehan kita untuk memanggil orang yang telah wafat dengan kata-kata Ya Fulan (Hai anu). Mengapa justru golongan pengingkar melarang kita memanggil junjungan kita Muhammad saw. dengan kata-kata Ya Rasulallah…, apa salahnya dalam hal ini? (keterangan lebih jelas silahkan baca bab tawassul dan tabarruk dalam website ini).
Ada golongan yang
senang memutar balik makna hadits dari Anas bin Malik tersebut dengan
mengatakan, hal ini karena Rasulallah saw. yang berkata kepada si mayit, bila
selain beliau saw. maka mayit tersebut tidak akan bisa mendengar. Pikiran
mereka semacam ini sudah tentu salah karena yang pertama dalam hadits itu
Rasulallah saw. tidak mengatakan khusus untuk beliau mayit tersebut bisa
mendengar ucapannya, sedangkan selain beliau mayyit itu tidak bisa mendengar.
Bila demikian Rasulallah saw akan menjawab terhadap Umar ra ‘mereka itu
mendengar karena aku yang berbicara padanya dan selain aku maka mereka tidak
bisa mendengarnya’ tapi jawaban beliau saw. adalah: ‘tidaklah kamu
memiliki kemampuan mendengar yang melebihi mereka terhadap apa yang aku
ucapkan’..
Yang kedua; banyak hadits lain mengatakan bahwa orang yang sudah dikuburkan itu dikembalikan ruhnya kedalam tubuhnya, bisa mendengar terompah para pengantar jenazahnya, bisa merasakan hidup bahagia atau sengsara (adzab kubur) di-alam barzakh, dan lain sebagainya. Dalam hadits lain Rasulallah saw. menyuruh kita menziarahi kubur dan memberi salam kepada mereka. Tidak lain yang menjadikan semua mayit bisa mendengar dan sebagainya ini adalah Allah swt. dan tidak ada seorang pun yang meragukan bahwa Allah swt. mampu melakukan yang demikian ini.
Telitilah hadits-hadits
Rasulallah baik yang telah kami kemukakan maupun pada halaman berikut ini yang
mana beliau saw. bisa menjawab semua salam yang disampai- kan kepadanya.
Beliau saw. juga bisa berdo'a kepada Allah swt. untuk kaum muslimin yang masih
hidup dan lain sebagainya, walaupun beliau saw. sudah wafat. Begitupun
juga ruh kaum mukminin lainnya.
Baca juga:
Baca juga:
Hadits dari Abu Ya’la dalam mengemukakan persoalan Nabi ‘Isa as. dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulallah saw. bersabda: “Jika orang berdiri diatas kuburku lalu memanggil ‘Ya Muhammad Rasulallah’ pasti kujawab”. Hadits ini dikemukakan juga oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Al-Mathalibil-Aliyah jilid 4/23 pada bab:‘Kehidupan Rasulallah saw. didalam kuburnya’.
– Anas bin Malik ra meriwayatkan sebuah hadits, bahwa
Rasulallah saw. pernah menerangkan: “Para Nabi hidup didalam kubur mereka dan
mereka bersembahyang”.Hadits ini diketengahkan oleh Abu Ya’la dan Al-Bazaar di
dalam kitab Majma’uz- Zawaid jilid 8/211. Imam Al-Baihaqi juga
mengetengahkan juga dalam bagian khusus dari risalahnya.
Anas bin Malik ra juga mengatakan, bahwa Rasulallah saw. pernah memberitahu para sahabatnya bahwa: “Para Nabi tidak dibiarkan didalam kubur mereka setelah empat puluh hari, tetapi mereka bersembah-sujud dihadapan Allah swt.hingga saat sangkala ditiup (pada hari kiamat)”.
– Al-Baihaqi menanggapi hadits ini dengan tegas
mengatakan: ‘Tentang kehidupan para Nabi setelah mereka wafat banyak
diberitakan oleh hadits-hadits shohih’.Setelah itu ia menunjuk kepada sebuah
hadits shohih yang meriwayatkan bahwa Rasulallah saw. bersabda :“Aku melewati
Musa (dalam waktu Isra’) sedang berdiri sembahyang didalam kuburnya”.
– Sebagaimana telah diketahui oleh kaum muslimin,
bahwa dalam perjalanan Isra’ Rasulallah saw. melihat Nabi Musa as. sedang berdiri
sholat, Nabi ‘Isa as. juga sedang berdiri sholat. Bahkan Rasulallah saw.
mengatakan bahwa Nabi ‘Isa as mirip dengan ‘Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafy. Beliau
saw. juga melihat Nabi Ibrahim as. sedang berdiri sholat dan Nabi ini
mirip dengan beliau saw. Setiba saat sholat berjama’ah beliaulah yang
meng- imami para Nabi dan Rasul sebelumnya. Usai sholat malaikat Jibril as
berkata kepada beliau saw.: ‘Ya Rasulallah, lihatlah, itu malaikat Malik,
pengawal neraka, ucapkanlah salam kepadanya’. Akan tetapi baru saja Rasulallah
saw. menoleh ternyata malaikat Malik sudah mengucapkan salam lebih dahulu.
Riwayat tentang Isra’ ini dapat kita baca dalam Shohih
Muslim yaitu riwayat yang berasal dari Anas bin Malik dan diketengahkan
oleh ‘Abdurrazzaq di dalam Al-Mushannaf jilid 3/577.
– Dalam Dala’ilun-Nubuwwah Al-Baihaqi
mengetengahkan sebuah hadits shohih dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulallah
saw. mengatakan setelah Isra’: “Pada malam Isra’ aku melihat Musa dibukit pasir
merah sedang berdiri sembahyang dalam kuburnya”. Hadits ini
diketengahkan juga oleh Muslim dan Shohih-nya jilid 11/268.
Banyak hadits dari Rasulallah saw. waktu beliau saw.
Isra’ dan Mi’raj telah melihat para Nabi dan Rasul ; Musa as. ‘Isa as. Ibrahim
as. Idris as., Yunus, Yusuf as. dan lain-lain. Ini juga membuktikan bahwa para
Nabi dan Rasul hidup di alam barzakh dengan kemuliaan, keagungan dan
keluhuran yang serba sempurna berkat karunia Allah swt. dan mereka tetap bersembah
sujud kepada Allah swt. Begitu juga dalam riwayat Isra’ dan Mi’raj ini, setiap
Rasulallah saw. bertemu para Rasul selalu berdo’akepada Allah swt.
kebaikan dan kebajikan untuk Rasulallah saw. Dengan demikian menunjuk kan bahwa
orang yang telah wafat masih bisa juga berdo’a kepada Allah swt.
untuk orang yang masih hidup.
– Sedangkan
hadits-hadits Nabi saw. mengenai pertanyaan dan siksa kubur
diantaranya: Diriwayatkan oleh Muslim dari Zaid bin Tsabit, diriwayatkan
oleh Bukhori dan Muslim dari Qatadah yang diterimanya dari Anas bin Malik,
diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim dan Ash Habus Sunan dari Barra’ bin ‘Azib,
dan yang tercantum dalam Musnad Imam Ahmad, dan shohih Abu Hatim, diriwayatkan
shohih Bukhori yang diterima dari Samurah bin Jundub, diriwayatkan oleh Thahawi
dari Ibnu Mas’ud, diriwayatkan oleh Nasa’i dan Muslim yang diterima dari Anas,
yang diriwayatkan oleh Nasa’I, Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar.
(Kami sengaja
mencantumkan perawi-perawinya saja dan tidak mencantumkan hadits-haditsnya
karena cukup panjang sehingga memerlukan halaman yang lebih banyak lagi. Bagi
pembaca yang ingin mengetahui hadits mengenai ruh-ruh dialam barzakh dan adzab
kubur, lebih mudahnya silahkan rujuk pada buku terjemahan bahasa Indonsia Fikih
Sunnah oleh Sayyid Sabiq jilid 4 dari hal. 221).
Jadi jelas sekali
banyak riwayat hadits mengenai ruh-ruh orang mukmin di alam barzakh, mereka
bisa tetap mendapat pahala, bisa berdo’a, terbang kemana-mana menurut
kehendaknya dan sebagainya. Semuanya ini adalah kekuasaan Ilahi yang kadang
kala tidak terjangkau oleh pikiran manusia biasa, yang belum diberi ilmu oleh
Allah swt. mengenai hal itu.
Nabi saw. juga
mensunnahkan memohonkan ampun bagi mayat pada waktu sholat jenazah, ziarah
kubur dan waktu lainnya atau berdo’a pada ketika baru selesai
dimakamkan, agar dikuatkan pendiriannya., umpama hadits yang
diterima dari Usman bin Affan di riwayatkan oleh Abu Dawud (sunan Abu Daud
jilid III halaman 215) dan oleh Hakim yang menyatakan sahnya, juga oleh Al
Bazzar.
كَانَ النَّبِي.صَ. إذَا فُرِغَ مِنَ
الدَّْفْنِ المَيِّت وَقَفَ عَلَيْهِ, فَقَالَ: إستَغْفِرُوا ِلأخِيْكُمْ وَسَلوُا
لَهُ التَثبِـيْتَ فَإنّـَهُ الأنَ يُسْألُ
(رواه ابو داود والحكم وصححه
والبزار)
Artinya: “Bila
selesai menguburkan mayat, Nabi saw., berdiri di depannya dan bersabda:
Mohonkanlah ampun bagi saudaramu, dan mintalah dikuatkan hatinya,
karena sekarang ini ia sedang ditanya (oleh Malaikat Munkar
dan Nakir)”.
Hadits ini jelas doa
orang yang masih hidup bermanfaat bagi si mayit. Orang-orang yang berfatwa
orang yang telah wafat hanya dapat pahala dari amalnya saja, maka orang itu
seolah-olah hendak meniadakan doa-doa yang selalu diucapkan untuk orang mukmin
dan mukminat yang masih hidup maupun yang telah wafat. (al mukminina wal
mukminaat al ahyai minhum wal amwat)
Sumber: everyoneweb.com/tabaruk